redaksi@tribunjabar.co.id

mix, campur campur...

I have been living in Bandung since I was a kid, actually I was born here, grew up here and maybe end up here. Saya selalu bilang ke orang lain saya orang Bandung meski ada keturunan Sunda. Bukannya malu untuk bilang orang Sunda namun saya kurang fasih berbicara bahasa Sunda tapi bukannya juga tidak bisa saya berbahasa Sunda namun di bahasa Sunda ada pemakaian tingkatan yang berbeda dari mulai yang paling halus, halus dan kasar. Untuk pemakaian tingkatan bahasa Sunda yang paling halus tentu saja saya masih sangat jauh kalah. Tapi intina mah, abdi tiasa nyarios basa Sunda sakedik mah (intinya saya bisa berbicara bahasa Sunda, sedikit).
Orang tua saya lahir dan besar juga di Bandung, My grandfather from my father side is from Sumedang while my grandma is from Cirebon. My grandfather from my mother side is from Palembang, but she was long time living here, and my grandpa was from Kalimantan, jadi saya ... mix sumatera kalimantan east java. Just like cat, persian angora kucing kampung or we say local. Basically sih, kita (my family) orang Bandung.
Selain itu, saya ga pernah ninggalin Bandung lebih dari 3 hari dan ga pernah keluar pulau jawa, but can you call me going outside island when I went to pulau bidadari, cuma beberapa kilometer aja. Mungkin pulau bidadari dan jogja adalah tempat terjauh where I’ve been visited. Bandung memang was born, grew and end up.
Ngomong-ngomong soal Bandung, Bandung itu kota yang tidak sebesar jakarta tapi tidak sekecil kota-kota lain juga, tapi memang kalo soal macet dan panas, kayanya semua tempat udah sama seperti itu akibat efek global warming, tapi memang Bandung itu surganya makanan. Kakak dan ibu saya bilang waktu mereka ke Jakarta, they suffered because the food sucks. Ga ada tuh yang seenak makanan-makanan di Bandung.
Ngomong-ngomong makanan favorit dari Bandung, apa yah., batagor dan baso tahu, hmm..ok, yang kuah yang pake bumbu kacang, semuanya enak dan pastinya timbel, standar sih semua tempat udah provide tapi tetep Bandung is d’best. Goyobod hmm enak-enak disantap pas udara lagi panas-panasnya tuh. soal wisata kuliner, jangan tanya saya deh, I’m not that kinda freak one.
Hal yang bikin kurang bangga dari orang Bandung tuh, kadang-kadang kalau di suatu tempat lain kita ketemu orang lain yang sama-sama bisa bahasa Sunda, mereka lebih milih ngomong pake bahasa Indonesia lain dengan orang jawa yang berbicara bahasa jawa dengan orang yang berasal dari daerahnya yang sama. Kenapa ya? Tengsin, mungkin saya juga termasuk dan hal inilah yang membuat bahasa daerah punah, udah mah sekarang orang-orang lebih suka mix with English like what I did hehe jadi bahasa daerah kapan dipake, tapi menurut saya sih bakal lama menuju ke punahnya suatu bahasa karena dulu pun saya pikir saya tak akan bisa fasih berbahasa Sunda tapi seiring dengan bertambahnya umur, tiasa oge geuning abdi teh (bisa juga yah saya tuh). Ok, memang kita belajar bahasa Sunda dari SD sampai SMP selama 9 tahun, but yet is not enough. Terkadang jika lawan bicara mengajak berbahasa Sunda and you’ve lost 1 word, you switch it into Indonesiam, am I right? Namun sekali lagi, seiring dengan bertambahnya umur dan mendengarkan orang tua (if they speak Sundanese) berbahasa Sunda lalu anda menghapalkan perbendaharaan katanya, yet you’ll be able speak Sundanese, like me now. Memang kebanyakan lawan bicara saya adalah orang yang lebih tua dan itupun jika mereka mengajak saya berbahasa Sunda terlebih dahulu. Memang susah efek globalisasi, I’m the one who is the affected person haha, but in my defense that’s because my subject is English in college and trying to developed it all the time.

Comments

bayu said…
yup..gw setuju bahasa sunda harus dilestarikan dengan cara dipake oleh generasi muda... baca blog loe bkin gw kangen ma bandung... hiks..hiks... anyhoo.. salam kenal ya... kalo loe ada waktu.. baca blog gw yaa... thanks...

www.friendster.com/bayusuryadi
www.sleeplessmind.co.cc
Puti said…
thank you komennya kang bayu ;)